Setelah berada beberapa lama di tanah rantauan, selalu saja ada pertanyaan nyeletuk dari sebagian orang yang dijumpai, baik warga pribumi tanah rantauan, atapun sesama rantauan, atau bisa jadi orang-orang dari tempat kita berasal.
“Gimana rasanya di (nama tanah rantauan), betah ngga?”
Ini mungkin cuma basa basi pribumi yang tahu kita bukan warga asli daerahnya, hanya dengan melihat cara kita berbicara (logat, aksen, dll) ataupun dari wajah kita. Ya, mungkin pertanyaan selewat saja yang dilontarin beberapa orang cuma untuk memulai percakapan, atau karena ngga tau harus bicara apa lagi.
Tapi, menurut saya sendiri sebagai anak rantauan, pertanyaan ini seperti menghadirkan flashback tentang keadaan di derah asal, layaknya rumah, yanng bukan hanya mengarah pada suatu bangunan saja, tapi juga kehangatan, kebersamaan, kekeluargaan di dalamnya, -cerita tentang ibu yang selalu memmbimbing, ngajarin ini itulah, kontrol emosi, harus menjadi penyabar, ngingetin ngaji, solat, makan, adek yang ngegemesin tapi kadang ngeselin, teteh yang bawelnya bukan main, dan ayah yang selalu ngemanjain, ngajarin main layang-layang, bersepeda, dan memancing- teman-teman yang sudah lama di kenal di daerah asal, tempat main bareng, ketawa-ketiwi, bercanda, di bully dan nge-bully, dan lingkungan yang sangat akrab karena kita sudah lama berada di sana.
Lalu, secara otomatis, dibandingkan lagi dengan keadaan di tanah rantauan yang kita tinggali, lingkungan yang belum lama di tempati, tempat yang terasa asing, kebudayaan berbeda, bahasa berbeda, teman baru yang masih sedikit (yang mana lebih banyak kenalan dibading teman), kerinduan akan rumah dan rasa kesepian jauh dari keluarga
Bagi yang awal merantau mungkinsaja jawabannya “tidak”
Beda lagi saat kamu sudah menemukan cinta dari daerah rantauanmu, tentang cinta akan tempatnya, cinta akan budaya, cinta akan bidang yang sedang kau geluti, ataupun cinta pada seseorang, tentu lebih kerasan. Ya jawabannya relatif, tergantung dari setiap subjeknya.
Saya sendiri biasanya menjawab dengan senyuman, sepertiga manis, sepertiga masam dan sepertiga datar, layaknya menunjukkan apa yang saya rasakan. Saya hanya berucap
“mmm, lumayan lah”
Yaa, memang kata “lumayan” itu kurang spesifik mendeskripsikan sesuatu, tapi ya.. mau gimana lagi, kita memang sedang menjalani hidup di tanah rantauan, ya betahin aja, cari kenalan yang banyak, make friends, sosialisasi, jangan menyendiri, cari kegiatan positif, kerjakan, take your responsibility on your duty and ADAPTASI! Because nothing tastes as good as your own home, so adaptation!
0 comments:
Post a Comment